Aiptu Jailani, Contoh Polisi Teladan

Mendapat jatah uang saku Rp 200 ribu per bulan dari sang istri, Aiptu Jailani, anggota Satlantas Polres Gresik, masih tak tergoda menambah uang sakunya dari hasil 86 alias uang damai. Bagi Polantas 44 tahun itu, aturan tetap harus ditegakkan, agar esok akan lebih baik dari hari ini.

"Semua gaji saya tiap bulan, saya serahkan semuanya ke istri saya. Tiap bulan saya hanya dijatah Rp 200 ribu untuk uang saku sama istri saya," aku Jailani tanpa menyebut nominal gaji yang dia terima tiap bulan kepada merdeka.com, Minggu (31/3) lalu.

Dengan jatah uang saku yang cukup kecil itu, tak melunturkan keimanan Jailani. Dia tidak tergelitik untuk menerima uang damai dari pengendara yang dia tilang karena melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Buktinya, pada tahun 2011 silam, dia pernah menerima ucapan selamat dari Dirlantas Polda Jawa Timur karena kredit poin tertinggi buku tilang, dengan 2400 surat tilang yang dia tandatangani selama satu tahun. Jumlah surat tilang tersebut, semuanya diambil melalui proses sidang di pengadilan. "Saya hanya menjalankan tugas," kata Polantas kelahiran 10 Agustus 1969 silam di Jombang, Jawa Timur tersebut.

Sejumlah pengendara yang pernah mendapat hadiah tilang dari Jailani, cukup beragam. Mulai dari perwira polisi, TNI, pejabat, wartawan, seorang anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan istrinya sendiri tak luput dari surat tilangnya. Tak sedikit dari mereka yang menggoda Jailani dengan sejumlah uang damai, termasuk saat menilang anggota KPK.

"Kalau uang saku saya kurang atau habis, saya minta lagi ke istri saya. Kadang dikasih lagi Rp 100 ribu, kadang Rp 200 ribu, ya nggak mesti. Tergantung kebutuhan bulan itu, kalau kebutuhan rumah tangga agak banyak, istri saya memberi Rp 100 ribu saja. Tapi yang pasti, setiap bulan saya mendapat jatah Rp 200 ribu itu," terang bapak dua anak itu.

Jika dia tidak tergoda dengan uang hasil 86 dari surat tilang yang dia sematkan bagi para pelanggar lalu lintas, lantas bagaimana saat dia bertugas sebagai penguji praktik uji SIM C di kantor Satlantas Jalan Randu Agung, Gresik pada pagi hingga siang hari?

Banyaknya pemohon SIM untuk roda dua itu, yang gugur saat menjalani praktik uji SIM C, dan keluhan dari mereka yang gagal memperoleh SIM, setelah mengikuti tes, menunjukkan kedisiplinan Jailani tentang tugas dan tanggung jawab serta anti suap.

"Saya sudah dua kali ikut test, tapi masih gagal," kata Nurul usai mengikuti test.

Sementara Jailani sendiri mengaku, apa yang dilakukannya itu, bagian dari tanggung jawab dia untuk menegakkan aturan. "Berjalanlah sesuai dengan aturan, maka tidak ada pelanggaran. Apakah dengan surat tilang menjadi efek jera bagi pelanggar? Tidak, apalagi membiasakan diri mereka dengan tilang di tempat. Pelanggaran akan terus terjadi di mana-mana," tegas pria yang telah 23 tahun mengabdikan diri untuk korps baju coklat tersebut.

Pun begitu dengan permohonan SIM baru, kata Jailani, kalau pengemudi bisa dengan mudah mendapatkan SIM, meski tidak begitu lihai berkendara dan tidak mengerti rambu-rambu lalu lintas, tentu akan banyak pelanggaran akan terjadi di jalan raya. "Kedisiplinan dan memahami aturan bagian dari tanggung jawab kita semua. Jika tidak, masyarakat menjadi liar dan tanpa aturan," tandas Jailani.
Share on :